Selasa, 24 Juni 2014

observasi mahasiswa KPI ke LPP TVRI Aceh

KUNJUNGAN MAHASISWA DAKWAH/ KOMUNIKASI KE LPP TVRI
OLEH
EMILIA
411106185


Banda aceh 20/06 Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam khususnya unit 1 dan 2 angkatan 2011 UIN Ar-Raniry Banda Aceh, melakukan  kunjungan ke LPP  TVRI Aceh pada hari Jum’at tanggal 20 juni 2014 dalam rangka kunjungan Studi Observasi, dan di dampingi  oleh dosen pembimbing  mata kuliah Perkembangan Teknologi Komuniksi (PTK). TVRI Aceh berdiri sejak tahun 1962 pada saat Sea Game ke dua. Semenjak itu TVRI Aceh masih dibawah yayasan pemerintah, milik pemerintah semua harus di tayangkan dan di siarkan yang berhubungan dengan pemerintah. Jika pemerintah salah dalam pemerintahanya tidak boleh di kritik atau di tayangkan, sedangkan milik Negara kita boleh kritik pemerintah jika pemerintah itu salah. TVRI sifatnya indenpenden dan netral. TVRI Aceh kerja sama dengan pusat dan jam tayangnya di batasi.

TVRI Aceh 4 jam dalam sehari di tayangkan. Tujuan dibangun TVRI di daerah-daerah ialah supaya bisa dilihat oleh daerahnya masing-masing, untuk melestarikan budaya, di Aceh juga dikenal dengan Negeri Syariat maka dengan demikian TVRI Aceh berfikir Unruk membudayakan adat-istiadat yang ada di Aceh.Ruang Lingkup TVRI Aceh adalah informasi, pendidikan, hiburan, budaya. Segment acara TVRI adalah anak-anak, remaja, dewasa, orang tua, dalam menayangkan pogram tersebut melihat segmen-egmentnya masing-masing atau melihat waktu-waktu tertentu, misalnya hari minggu harus di tanyangkan acara anak-anak.

Sistem produksi TVRI :

·         Perencanaan (planing)
·         Mengorganisasikan
·         Mengontrol sistem ini semuanya tidak satu rantai, satu sama lain semuanya saling berhubungan.

Pak Yasran sebagai kepala produksi berita sedikit menjelaskan tentang saat melihat peristiwa yang akan diliput oleh wartawan. Dibagian berita seksi berita ada reporter, kameramen, pengarah acara, disitu ada bagian-bagiannya. Redaktur membantu redaksi, juga di bantu oleh asisten redaktur. Dalam meliput berita mereka ada bagian-bagian sendiri di antaranya driver, kameramen  untuk mengambil gambar,dan  reporter bertugas untuk mengumpulkan data  sebanyak-bnyaknya mungkin. Dalam  meliput berita pak yasran juga menjelaskan  reporter ada yang di undang dan ada juga yang berinisiatif sendiri untuk menghadiri pada sebuah acara untuk meliput berita. Misalnya ada kejadian banjir,dan unjuk rasa,setelah mendapatkan berita-berita langsung dibawa ke ruang redaksi untuk diseleksi,berita mana yang layak di produksikan,dan kemudian langsung ke proses editing. Dalam menyusun berita harus menggunakan kata-kata yang mudah dipahami oleh masyarakat.

Lpp TVRI Aceh ada lima contributor :

1.      Banda Aceh
2.      Aceh Barat
3.      Nagan Raya
4.      Aceh Utara
5.      Aceh Tenggara
Jadi pada kunjungan hari jumat 20/06,mahasiswa tidak ingin menyia-yiakan kesempat tersebut, mereka mendengar materi-materi oleh para staf dan karyawan disana, dan mahasiswa juga diberi kesempatan untuk bertanya yang berhubungan dengan apa yang ada di Lpp TVRI, diantara pertanyaan tersebut, mahasiswa bertanya tentang dari mana dana yang diperoleh untuk memproduksi siaran di Lpp TVRI, sedangkan DPRA sedang bermasalah dengan dana, jadi dana tersebut dikumpulkan dari acara2 yang ada,dari undangan-undangan sebuah acara peliputan,maka disitulah kami mengumpulkan dana tsb,ujar pak yasran. Kemudian Proses penyiaran berita di TVRI Aceh, penyiar di dalam ruangan yang tidak bisa kedengaran suara dari luar ruangan tersebut, dalam rungan di sediakan TV besar dilihat gambar atau berita yang di siarkan dan TV kecil untuk melihat gambar sendiri bagi pembawa acara/berita. Kamera disediaka dua kamera, kamera satu di shut dengan layar penuh, dan kamera dua di shut dengan gambar setengah.


Pak Irwan menjelaskan Proses editing, proses editing ada dua, pertama ada editing linier ialah bentuk editingnya butuh waktu yang panjang, proses editing linier ini biasanya di gunakan untuk berita staigh news, dan berita-berita lain. Yang kedua editing non linier yaitu paket yang panjang biasa digunakan untuk sinetron, film dan lain sebagainya. Demikian kunjungan mahasiswa fak dakwah jurusan komunikasi penyiaran islam ke Lpp TVRI.

Foto bersama staf LPP TVRI Aceh

Kamis, 19 Juni 2014

Kunjungan mahasiswa kpi-k ke kantor Balai kota banda aceh


notulensi:
sistem pengoprasian e-kinerja di kantor wali kata banda aceh
oleh
Emilia/411106185



                                                Penulis




 


           
 Foto  Kantor balai kota banda aceh

Banda aceh 17/06, mahasiswa/i melakukan kunjungan kedua ke balai kota banda aceh, dan didampingi oleh salah seorang  dosen  mata kuliah perkembangan teknologi komunikasi (PTK) sekaligus silaturrahmi dan untuk mengetahui bagaimana sistem kerja di balai kota banda aceh, dan ternyata mereka sudah menggunakan e-kinerja. Disana kami diberikan sedikit pengetahuan tentang e-kinerja pertama mahasiswa/i diberikan materi atau sharing oleh bpk fadli yaitu salah satu pegawai IT di kantor balai kota banda aceh.
Jadi fadli sedikit memaparkan E-kinerja yaitu aplikasi yang dibangun dengan PHP(pemogramam)  e-kinerja ini bersifat online, bisa diakses dirumah, kantor, dan dimana saja aplikasi ini bersifat rountime. Jadi aplikasi ini untuk mendeteksi pegawai yang datang kekantor hanya duduk saja, tidak berkerja dan pegawai yang rajin bekerja, aplikasi e-kinerja ini tidak dapat mendeteksi bohong atau tidaknya seorang pegawai, walaupun atasan kita berada di luar daerah, ,masih tetap bisa di tinjau dari jarak jauh bawahannya, apakah bawahannya pemalas atau tidak. Sistem kerja di kantor wali kota Banda Aceh ini adalah sistem kerja menggunakan Aplikasi E-kinerja, yang diterapkan pada PNS untuk mengakses jaringan ini. dengan mempedomani Permendagri Nomor 4 Tahun 2005 tentang Anjab dan Permendagri Nomor 12 tahun 2008 tentang ABK. Dimana, setiap PNS harus mempunyai usename dan paswod untuk login di sistem E-kinerja kecuali guru. Aplikasi E-kinerja ini sistemnya online dimana saja bisa diakses kapan pun bisa di akses.
Tujuannya adalah :
1.        Untuk meningkatkan kesejahteraan bagi PNS dan SKPD dengan mengacu pada prinsip keadilan "equal job for equal pay"
2.       Mendorong terciptanya kompetisi yang sehat diantara pimpinan dan karyawan
3.      Meningkatkan kompetensi SDM
4.      Menumbuhkan kreatifitas dan kiat kerja yang sangat tinggi
5.      Merekam pekerjaan harian PNS dan SKPD sesuai dengan jabatan dan beban kerja

Kemudian Muhammad Syarif, Juga  menjelaskan sedikit tentang pengaturan wali kota Banda Aceh, Pemerintah Kota telah mengeluarkan 3 Regulasi dalam rangka penguatan dan penerapan E-Kinerja pengaturan itu berdasarkan :
Ø    Peraturan  Walikota  No 9 Tahun 2012
Ø    Peraturan Walikota  No 22 Tahun 2012
Ø     Peraturan Walikota  No 38 Tahun 2012
Semua kerja ini adalah sistem, dimana mengontrol seluruh kerja PNS dengan 7 operasional komputer, namun sekarang sudah lumanyan. Kemudian di tahap penilaian, pertama hasil imput di seleksi oleh atasan. diterima, diperbaiki atau bahkan di tolak imput yang telah dikirimnya, selanjutnya atasan baru mengirim ke tim Hakim untuk di seleksi kembali hasil yang di imput.
Dalam peraturan Walikota no 22 adalah tahap pertama perubahan sedangkan perubahan yang kedua pada peraturan no 38 tahun  2012. Aplikasi E-kinerja merupakan aplikasi berbasis web milik Pemerintah Kota Banda Aceh yang digunakan untuk melakukan penilaian dan pengukuran kinerja  pegawai/ PNS berdasarkan Instrumen Analisis Jabatan dan Analisis Beban Kerja /ABK dan menjadi dasar perhitungan prestasi kerja dilingkungan Pemerintah Kota Banda Aceh. Muhammad syarif juga memberiakn wabsitenya tentang e-kinerja dapat di buka melalui www.pusat informasi.syarif.com. Sekarang semenjak  adanya e-kinerja ini, para pegawai banyak yang  merasa jenuh jika atasan tidak memberikan tugas kepada mereka.

Kunjungan mahasiswa kpi-k ke kantor komisi penyiaran indonesia(kpi) aceh



notulensi:
tugas aspek hukum dalam teknologi komunikasi dan penyiaran
oleh
Emilia
411106185



 


Foto penulis 
 
Banda aceh 13 juni 2014 mahasiswa UIN ar-raniry banda, khususnya fakultas dakwah,jurusan komunikasi penyiaran islam dan konsentrasi (kpi–k) mahasiswa unit 1 dan 2 melakukan studi observasi ke kantor komisi penyiaran indonesian penyiaran aceh (KPIA) dan didampingi oleh salah satu dosen pembimbing mata kuliah perkembangan teknologi dan komunikasi fakultas dakwah, mahasiswa mendapatkan banyak materi dari kepala bidang  KPI aceh bpk.muhammad Hamzah  dan dilanjutkan oleh bpk. Maimun selaku bidang isi dan siaran dan yang terakhir bpk. Rahmat shaleh selaku master komunikasi atau ketua isi penyiaran. Pemateri memberikan sedikit paparan mengenai aspek hukum dalam penyiaran.
Komisi penyiaran indonesia aceh (KPIA) lahir setelah reformasi tahun 2002, sebelum ada kpi semua penegasa di tangani oleh DPR. Sejak reformasi lahirlah UU 32 kpi berwewenang standar program kerja P3SPS (pedoman, prilaku,penyiaran) di kpi mempunyai 7 komisioner dan bidangnya masing-masing. Jadi pemateri pertama M.hamzah menjelskan kepada mahasiswa tugas-tugas kpi yaitu:
*     Ekstensi dari kpi
*     Literasi media (kpi saweu kampus)
Tugas-tugas komisi penyiaran indonesia(kpi) yaitu :
1.      Sesuai uu 32 tahun 2002  tentang pan dan fungsi kpi tidak jauh beda dengan media
2.      Menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang sehat misalnya :berita-berita yang aktual, tidak menimbulkan fitnah.
3.      Ikut membantu peraturan dibidang penyiaran
4.      Ikut membantu iklim yang sehat
5.      Menampung dan menindaklanjuti
6.      Menyusun rencana SDM sesuai uu 38 pasal 8

Setelah menjelaskan semua tentang bagaimana aspek-aspek hukum dalam penyiaran, kemudian mahasiswa diberikan kesempatan untuk bertanya atau sharing tentang kpi aceh, walau pun waktu yang diberikan sangat singkat, namun mahasiswa tidak akan melewatkan kesempatan untuk bertanya atau hanya sekedar sharing, mahasiswa fakultas dakwak khusnya jurusan kpi sangat antusias untuk bertanya dan memdengarkan jawaban-jawaban dari pemateri. Ada salah seorang mahasiswa bertanya mengapa harus diatur penyiaran? Kemudian pemateripun menjawab penyiaran mengangkat kepentingan-kepentingan publik, dan penyiaran mengangkat masalah program dan isi penyiaran. Persoalan dengan program siaran pertama model faktual ( siaran-siaran yang sebenarnya terjadi tidak di sensor, misalnya news). Pada akhir kunjungan dosen pendamping menyampaikan terima kasih atas perhatian KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) Aceh terhadap dunia komunikasi dan penyiaran khususnya terhadap mahasiswa komunikasi dan penyiaran Islam. Presentasi yang disampaikan KPI Aceh sangat bermanfaat untuk menambah wawasan mahasiswa. Dan acara pun berakhir dengan foto bersama.



 




                              Foto bersama mahasiswa UIN ar-raniry dengan kapala bagian KIP Aceh

Rabu, 21 Mei 2014

Trendsetter Komunikasi di Era Digital: Tantangan dan Peluang Pendidikan Komunikasi dan Penyiaran Islam Di review Oleh Emilia /411106185 /01

Perkembangan teknologi komunikasi
Judul artikel jurnal : Trendsetter Komunikasi di Era Digital:
Tantangan dan Peluang Pendidikan Komunikasi
dan Penyiaran Islam
alamat web/link artikel jurnal :http://yjki.uinsby.ac.id/index.php/jki/article/view/44/29
Di review oleh :EMILIA
(411106185/01)
Andi Faisal Bakti.
Venny Eka Meidasari

Abstrak:
Penetrasi new media (media baru) yang mengglobal seakan meruntuhkan dinding-dinding pembatas dan menjadikannya sebagai sekat liberalisasi informasi. Realitas ini telah membawa masyarakat, termasuk masyarakat Muslim di Indonesia masuk ke dalam era masyarakat informasi, sehingga pengendalian yang tepat untuk memanfaatkan new media dan mengeliminir dampaknya menjadi penting. Tulisan ini mendiskusikan
tantangan dan peluang komunikasi dan peyiaran Islam di tengah-tengah era digital saat ini.
Kata kunci: trendsetter komunikasi, era digital, komunikasi dan penyiaran Islam.

Memasuki abad informasi, kita menyaksikan bagaimana media memiliki kekuatan dominan dalam memengaruhi setiap dimensi kehidupan manusia. Dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, media di era maya (cyber) seakan muncul kembali ke dalam sistem komunikasi purbakala dan memosisikan penerima (komunikan) sebagai pihak aktif. “Massifikasi komunikasi seakan akan bercampur baur dengan demassifikasi. Internet (website) atau media online adalah komunikasi interaktif sekaligus komunikasi massa” (Muis: 2001). Saat ini banyak sekali situs bermunculan baik yang bersifat positif maupun negatif. Untuk situs yang sifatnya positif dan bermanfaat atau menguntungkan, tidak menjadi masalah apabila publik mengaksesnya. Namun apabila ada situs yang sifatnya negatif dan menimbulkan efek buruk bagi publik, maka perlu sekali mendapat perhatian serius agar tidak mempengaruhi generasi penerus bangsa. Hal ini memang tidak dapat dibendung dalam komunikasi sosial di dunia maya, namun hal ini dapat dicegah dengan memberikan pendidikan sejak dini mengenai etika dalam menggunakan internet yang baik dan benar terutama dari kalangan keluarga dan sekolah. Pendidikan etika besar sekali perannya sebagai fondasi dalam tumbuh kembang seorang anak manusia. Pendidikan tentang dapat diajarkankan dalam setiap aspek kehidupan; keluarga, lingkungan akademis, dan juga masyarakat sekitar. Di dalam lingkup akademis, nilai-nilai etika dapat diajarkan dalam setiap lini termasuk mata kuliah, seperti dalam pendidikan bahasa ataupun dalam komunikasi. Mengapa bahasa dan komunikasi? Karena saat kita berbahasa, maka saat itulah kita berkomunikasi. Dan saat kita berkomunikasi (termasuk saat berdakwah), maka saat itulah kita perlu memerhatikan etika dalam menyampaikan pesan yang ingin dikomunikasikan. Jika kita melihat bagaimana proses komunikasi (dakwah), hakikatnya tidak ada yang berbeda antara komunikasi Islami (dakwah) dan non-Islami (sekuler) dalam hal model (pola), proses, dan efeknya. Yang membedakan hanyalah pada landasan filosofinya. Ketika kita berbicara pada landasan filosofi, Islam jelas menggunakan Al-Quran, Hadits dan pendapat ulama. Sehingga suatu informasi yang disiarkan melalui pola atau model apapun, esensinya tetaplah sama. Dalam perspektif Islam, komunikasi selain bertujuan untuk mewujudkan hubungan secara vertikal dengan Pencipta, juga berfungsi untuk menegakkan hubungan secara horizontal terhadap sesama manusia. Komunikasi dengan Pencipta tercermin melalui ibadah mahdha (salat, puasa, zakat dan haji) yang bertujuan untuk membentuk takwa. Sedangkan komunikasi dengan sesama manusia terwujud melalui penekanan hubungan sosial yang yang tercermin dalam semua aspek kehidupan manusia seperti sosial, budaya, politik, ekonomi, seni dan sebagainya. Al-Quran dan Hadits telah memberikan berbagai panduan agar komunikasi berjalan dengan baik dan efektif. Kita dapat mengistilahkannya sebagai kaidah, prinsip, atau etika berkomunikasi dalam perspektif Islam. Kaidah, prinsip, atau etika komunikasi Islam (dakwah) ini merupakan panduan bagi kaum Muslim dalam melakukan komunikasi, baik dalam komunikasi intrapersonal, interpersonal dalam pergaulan sehari hari, berdakwah secara lisan dan tulisan, maupun dalam aktivitas lain karena dakwah adalah ilmu komunikasi. Sebagai perbandingan, Filsafat Islam (Ushuluddin), Hukum Islam (Syariah), Pendidikan Islam (Tarbiyah), Humaniora Islam (Adab). Mengingat pentingnya komunikasi bagi umat manusia khususnya umat Islam, maka dalam artikel ini, penulis akan membahas tentang bagaimana komunikasi dipandang dalam perspektif Islam, termasuk memberikan beberapa usulan dalam menghadapi berbagai tantangan dan mengambil peluang di dalam era media digital yang menjadi trendsetter saat ini untuk menyiarkan nilai-nilai ideologi di dalam Islam.

Komunikasi sebagai Alat Penyiaran Islam
Secara leksikal, komunikasi adalah suatu proses ketika seseorang atau beberapa orang, kelompok, organisasi, dan masyarakat menciptakan dan menggunakan informasi agar terhubung dengan lingkungan dan orang lain sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami (Stewart 2006). Secara bahasa, komunikasi yang berarti bersama-sama (common, commoness: Inggris), berasal dari bahasa Latin yakni communicatio yang berarti pemberitahuan, pemberian bagian (dalam sesuatu), pertukaran. Sedangkan Shannon dan Weaver (1949) dalam karyanya Mathematical Theory of Communication, melihat komunikasi sebagai fenomena mekanistis, matematis, dan informatif: komunikasi sebagai transmisi pesan dan bagaimana transmitter menggunakan saluran dan media komunikasi sebagai proses menjadikan kode sebagai sarana untuk mengonstruksi pesan dan menerjemahkannya (encoding dan decoding). Titik perhatiannya terletak pada akurasi dan efisiensi proses. Komunikasi yang dimaksud dalam Islam tentunya bukan hanya komunikasi secara horizontal kepada sesama namun juga komunikasi yang terjadi secara vertikal antara Pencipta yaitu Allah S.W.T dengan kita sebagai hamban-Nya. Para pemikir Muslim telah mengembangkan berbagai teori komunikasi yang menjadi komunikasi alternatif yang kemudian kita sebut sebagai komunikasi Islam yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan fitrah penciptaan manusia. Adapun komunikasi Islam menitikberatkan akan adanya unsurunsur nilai ke-Islam-an dari komunikator kepada komunikannya yang sesuai dengan Al-Quran dan Al-Hadits. Dalam konteks tersebut, Tehranian (1988) mengungkapkan bahwa dalam prepektif Islam komunikasi haruslah dikembangkan melalui Islamic World- View yang selanjutnya menjadi asas pembentukan teori komunikasi Islam seperti aspek bahwa kekuasaan mutlak hanyalah milik Allah, serta peranan institusi ulama dan masjid sebagai penyambung komunikasi dan aspek pengawasan syariah yang menjadi penunjang kehidupan Muslim. Hal ini juga ditopang oleh Mowlana, Tehranian dan Maulana adalah dua orang tokoh sarjana yang berusaha mengintegrasikan antara Islam dan komunikasi. Kualitas komunikasi yang dimaksud pun menyangkut nilainilai kebenaran, kesederhanaan, kebaikan, kejujuran, integritas, keadilan, ke-sahih-an pesan dan sumber yang ditegakkan atas sendi hubungan Islamic Tringular Relationship yaitu antara Allah, manusia, dan masyarakat.
Adapun methatheory yang dapat diketengahkan dari aspek epistemologi, ontologi, dan perspektifnya dapat dimulai dari pembenahan aspek nilai-nilainya yang berdasarkan tauhid, persatuan umat dengan adanya persamaan makna, serta orientasi kebahagiaan hidup akhirat sebagai tujuan akhirnya Tatanan teknologi komunikasi dan informasi di era media baru digital adalah sebuah terobosan yang mengangankan terwujudnya sebuah struktur sistem media dan telekomunikasi internasional sehingga dapat berlangsung arus komunikasi yang berimbang antarnegara. Kehadiran media digital baru dirasakan sebagai era revolusi komunikasi yang meskipun di satu sisi akan mempercepat arus informasi dari satu belahan dunia ke belahan dunia lain, namun di sisi yang lain dikhawatirkan akan memperkokoh dominasi negara-negara industri maju. Oleh karena itu hal ini juga sering disebut sebagai New Order of Interactional Law. Mengenai hal ini, Gibson menyatakan, “Cyberspace. Aconsensual hallucination experienced daily by billions of legitimate operators, in every nation, by children being taught mathematical concepts... A graphic representation of data abstracted from banks of every computer in the human system. Unthinkable complexity. Lines of light ranged in the nonspace of the mind, clusters and constellations of data. Like city lights, receding” (Gibson 1982). Dan dikatakan pula bahwa realita maya (virtual reality) memungkinkan kita untuk berlaku dan bermain seperti Tuhan. Karena apapun yang kita kehendaki dapat kita lakukan. Atau dengan kata lain; we are in no where but some where yang artinya, kita tidak di mana-mana, tetapi ada di satu tempat. Di dalam doktrin Islam, manusia adalah khalifah Tuhan di bumi (khalifatullah fi alardh). Manusia dapat mewarisi sifat-sifat Tuhan yang tergolong Asmaul Husna. Hanya saja, Tuhan itu serba “Maha”. Cyberspace, the Net, the Matrix saat ini adalah sama dengan O² atau biasa dikenal dengan Oksigen yang merupakan kebutuhan bagi setiap manusia. Realita maya pada new media menggunakan online Internet yang dikatakan oleh Ito and kawan-kawan (2008) bahwa dunia maya merangkul kebebasan dan pilihan. Terkait dengan aktivitas komunikasi, dalam studi ilmu komunikasi dikenal dengan siapa sumber informasi (source, sender), pesan (message), saluran (channel), penerima (receiver), serta efek (effect). Apabila konsep ini coba diaplikasikan dalam kajian keislaman, maka kita akan melihat satu persatu apa yang menjadi relevan dan sepadan dengan konsep Islam. Seorang penulis kemudian dapat mengkajinya menurut konsep yang dipilihnya seperti yang diuraikan Bakti (2005) di bawah ini: Apabila meneliti aspek source (sumber) informasi ajaran Islam, maka seorang peneliti seharusnya dapat mengambil Allah dan sifatsifat- Nya sebagai objek kajian. Kemudian apakah ini boleh atau dibolehkan oleh Islam? Bagi yang menggunakan hadits "tafakkaruu fi khalqi Allah, wa laa tafakkaruu fl al-khaliq" (bahwa silakan Anda pikirkan ciptaan Allah tapi jangan sekali-sekali pikirkan Penciptanya (Allah), maka tentu tak ada lagi jalan untuk mempelajarinya. Jadi di sinilah masalahnya.
Namun demikian, kita mendapatkan angin segar dari teologi, yakni ilmu tentang ketuhanan yang membahas tentang sifat, zat, dan hakikat Tuhan. Ilmu kalam dan filsafat pun kerap menggariskan koridor keilmuan pada aspek-aspek divinitas pencipta alam ini, tentang bagaimana la dipahami manusia. Di sini Tuhan dikaji tentang apakah la mempunyai sifat, zat, atau hakekat? Kita dapat mendekatinya berdasarkan pendapat masing-masing aliran filsafat dalam Islam. Mu'tazilah, umpamanya, beranggapan bahwa Tuhan tidak memiliki sifat, zat, dan haki-kat. Sementara Asy'ari
berpendapat bahwa bukan hanya punya sifat; zat, dan hakekat, tetapi juga memiliki eksistensi fisik dengan organ tubuh seperti mata, telinga, tangan, dan lainnya. Sekarang bagaimana mengkaji ajaran Islam dari segi pesan (message)nya? Mengenai hal ini, Bakti (2005: 27-32) menyatakan bahwa pesan-pesan utama Islam tersimpul di dalam kitab suci Al- Qur'an. Nabi Muhammad pun meninggalkan pesan yang tertulis dalam bentuk hadits. Kemudian para penerusnya pun melakukan proses ijtihad, penelusuran, skrutinitas, yang kemudian melahirkan karya-karya monumental dalam Islam, yang semuanya bisa dikaji secara message analysis. Berbagai macam cara pengkajian yang dapat dilakukan. Seorang penulis bisa menggunakan penelitian tafsir (Qur'anic exegesis). Pendekatannya pun beragam, bisa dengan cara bi al-ra'yi atau bi al-ma'tsur, yang sudah populer sejak zaman klasik. Bahkan bisa juga dengan pendekatan takwil atau hermeneutika, semiotika, semantik, sintaksis, dan lainnya. Yang penting bagaimana seorang penulis tetap menjaga agar data yang digunakan valid, serta interpretasi dan analisisnya koheren. Dengan cara ini, maka ilmu-ilmu humaniora dan keadaban mendapat angin segar yang pada gilirannya bisa mengembangkan atau membangun temuan unik. Ilmu al-arudhi, naqd al-adabl, balaghah, misalnya, bisa mendapatkan nuansa dan metodologi interdisipliner dari ilmu komunikasi, dengan mengadopsi discursive, intertextual, semiological analyses. Studi source (sumber) ini dapat juga meneliti kemalaikatan dan kerasulan, prihal bagaimana pendapat para ahli kalam dan teologi tentang keduanya. Para ulama dan pendiri mazhab pun bisa dikaji dengan pendekatan sumber ini. Asal usul, serta latar belakang pendidikan, keluarga, serta pikirannya sungguh akan menarik untuk dikuak. Studi message (pesan) tentang hadits juga tetap menjadi penting. Al-Kutub al-Sittah atau al-Tis’ah dan kitab para mazhab hukum Islam yang ada baik dalam tradisi Sunni maupun Syiah merupakan objek yang tetap relevan untuk dikaji. Selain pendekatan di atas, bisa juga hadits didekati dengan menggunakan content analysis, discursive analysis, path analysis, dan lainnya. Berbeda dengan tradisi klasik yang melihat hadits dari segi asbab alwurudnya, atau sanad dan matannya, tradisi interdisipliner komunikasi dapat melihat hadits dari segi isinya (temanya) bagaimana hadits itu dikonstruksi. Atau dengan pendekatan wacana dengan melihat hadits dari segi diskors an-tara hadits yang satu dengan yang lainnya. Sedangkan path analysis bisa melihat hadits melalui alur penyampaiannya. Dengan demikian ilmu hadits bisa berkembang, tidak hanya mewarisi Ilmu Musthalahah al-Hadits saja yang dipelajari berulang-ulang, mulai tsanawiah hingga doktoral. Pesan lain yang dapat dikaji, selain rukun Iman seperti di atas, adalah rukun Islam. Membicarakan hal ini memang amat riskan, karena berkaitan dengan ibadah mahdhah yang diyakini umat Islam sebagai sesuatu yang tak bisa berubah. Namun demikian, masih terbuka kemungkinan menelitinya dari segi tematik dari ayat-ayat atau hadits tentang syahadat, shalat, puasa, zakat dan haji. Perbedaan antara mazhab yang satu dengan yang lainnya tentu ada dan menarik untuk dikaji lebih jauh. Pesan yang disampaikan oleh seorang ulama atau pembicara melalui media komunikasi baik media cetak (printed media) atau media elektronik (electronic media) dapat dikaji dengan analisis isi (content), bingkai (frame), atau jalur (path), dengan dituntun dengan teori konstruksi dalam ilmu komunikasi yang sarat interdispliner ini. Apalagi bila memang meneliti dakwah penyiaran Islam di dalam era media digital, maka analisis khalayak sungguh amat relevan. Reaksi orang Islam terhadap program pemerintah di dunia Islam bisa diteliti dengan menggunakan pendekatan ethnomethodology, yaitu pendekatan yang menekankan pada common sense knowledge atau local knowledge (pengetahuan lokal), melalui bahasa keseharian suatu masyarakat tertentu. Pendekatan lain yang relevan adalah communitarian approach, yang menekankan pada analisis komunitas Muslim berhadapan dengan komunitas lainnya. Terakhir adalah pendekatan effect (pengaruh). Seorang peneliti akan memerhatikan sejauh mana pengaruh sebuah ajaran, doktrin, organisasi, institusi atau seorang dai terhadap masyarakat Islam tertentu. Masyarakat tersebut akan dibandingkan bagaimana keadaan sebelumnya dengan keadaan sesudah mengikuti suatu program tertentu. Bisa dengan cara wawancara, bisa juga dengan pendekatan ethnography sebagai cabang dari antropologi, dengan terlibat langsung pada kegiatan dai tersebut. Jadi participant observation menjadi pilihan tepat dalam hal ini. Pertanyaan yang biasa diangkat adalah siapakah yang aktif dalam pembentukan perubahan, apakah penerima atau pengirim.

Trendsetter Media Baru dalam Era Digital Beserta Dampaknya
Secara leksikal, trendsetter berarti “One that sets a trend” (Merriam 2012: para. 4). Jika dikaitkan dengan ilmu komunikasi, maka trendsetter dalam komunikasi bermula pada era kentongan dan asap, manusia mengirim pesan menaklukkan jarak. Ketika alat tulis belum ditemukan, seorang raja mengirim kurir (manusia) untuk menyampaikan pesan secara lisan pada raja di benua lain. Saat itu, cara itulah yang populer dan trend digunakan. Dan ketika alat tulis ditemukan, trend pun bergeser menjadi kertas yang berisi pesan dikirim melalui burung merpati. Buku pun lahir, berlanjut dengan
teknologi komunikasi lainnya: telegraf, telepon, surat kabar, majalah, radio, televisi, komputer dan kini, Internet dan film. Namun, berbagai media di atas tidak semuanya dapat saling menggantikan peran satu sama lain. Buku tidak digantikan oleh suratkabar, suratkabar tidak digantikan oleh radio, radio tidak digantikan oleh televisi, dan televisi tidak digantikan oleh komputer. Semua memiliki keunikan tertentu. Beranjak ke era cyberspace, segala bentuk media komunikasi yang kita kenal: face-to-face meeting, telepon, fax, surat, surat kabar, majalah, radio, TV, film telah bermutasi menjadi teleconference, iphone (Internet telepon), i-fax (Internet fax), e-mail (electonic mail, e-magazine (electronic magazine), dan bermunculan berbagai jejaring social dalam media digital yang menjadi trendsetter saat ini (Marioni dan kawan-kawan: 2007).
 Dengan Internet kita memasuki ruang-waktu baru yang bersifat nirjarak dan nirwaktu; dan kita menjumpai hampir seluruh bentuk media komunikasi yang kita kenal berkonvergensi menyatu di sana, membuatnya disebut multimedia. Terkait dengan trendsetter dalam dunia baru digital, Abudiman (2012) berpendapat bahwa pemimpin di dunia maya lebih diartikan kepada yang mampu menjadi trendsetter dalam kawasan media sosial ini. Hal tersebut tidak terjadi begitu saja, media elektronik merupakan salah satu hal yang memberikan pengaruh kuat. Semakin media menyoroti trendsetter ini, semakin itu pula ia akan menjadi pemimpin yang mampu menggalalang massa dalam lingkup negaranya (baca: media sosial), selain ia harus mampu membaca perilaku para penggguna media sosial lainnya. Abudiman (2012) juga menyatakan, dalam dunia maya, rakyatdiartikan kepada pengguna yang turut mengambil peran alias mendukung akan trend yang diciptakan oleh pemimpin ini. Tapi ingat, pemimpin disini memiliki relasi bersifat horizontal, bukan vertikal, artinya, pemimpin dan rakyat memiliki kedudukan yang setara, dan rakyat memiliki hak untuk turut mengambil bagian dari trend atau memilih untuk tidak mengambil bagian, atau bahkan justru menciptakan koloni baru dengan menjadi pihak oposisi trend yang sedang berlangsung. Itu berarti setiap pengguna media sosial memiliki peluang menyandang gelar pemimpin republik teritori media sosial. Beranjak ke istilah “media baru digital”, istilah ini sendiri digunakan oleh Ito dan kawan-kawan (2008:12) karena media ini merupakan perkembangan dari dunia teknologi yang terdiri atas seperangkat media yang tidak akan berfungsi jika berdiri sendiri. Contoh media digital baru ini antara lain adalah telepon genggam, personal digital assistants (PDAs), game consoles, dan komputer, yang kesemuanya tersambung dengan Internet (tidak akan berfungsi jika hanya ada satu media). Dan lagi-lagi, teknologi membawa kita dari dunia yang serba terbatas menjadi tak terbatas. Seperti layaknya sisi mata uang, kemajuan teknologi di era media baru digital tentunya membawa dampak positif dan negatif. Dampak yang ditimbulkan ini jelas merupakan kemajuan teknologi komunikasi dan informasi, mengingat globalisasi merupakan suatu kondisi yang membuat batas-batas geografis seolah-olah tidak ada. Penduduk dunia berada dalam ruang kaca dan mereka dapat melihat kejadian di luar daerahnya dengan jelas tanpa perlu mendatangi daerah tersebut. Dan keadaan ini merupakan dampak dari pesatnya perkembangan teknologi (Abbas 2003).
 Saat ini Internet merambah seluruh dunia hingga ke pelosok desa, seiring dengan pesatnya perkembangan media digital baru, media sosial dikenal oleh pengguna Internet di jagat ini. Media sosial sebagai salah salah satu media online era digital yang memungkinkan para pengguna bisa berpartisispasi telah menciptakan dunia sendiri bagi para penggunanya. Tak pelak, media sosial seakan menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat era modern. Tak pandang usia, dari bocah-bocah “ingusan” bahkan dewasa terlarut dalam nostalgia media sosial. Facebook, Twitter, blog, Second Life, YouTube dan aplikasi sosial lainnya menjadi trendsetter komunikasi digital yang begitu mendunia seakaan menjadi rumah kedua tempat pelabuhan segala keluh–kesah.

Dakwah Penyiaran Islam Melalui Trendetter Komunikasi
Secara umum, definisi dakwah yang dikemukakan para ahli menunjuk pada kegiatan yang bertujuan perubahan positif dalam diri manusia. Perubahan positif ini diwujudkan dengan peningkatan
iman, mengingat sasaran dakwah adalah iman. Dakwah sering dipahami sebagai upaya untuk memberikan solusi Islam terhadap berbagai masalah dalam kehidupan. Untuk itu dakwah harus dikemas dengan cara yang menarik dan tampil secara aktual, faktual dan kontekstual. Aktual berarti dapat memecahkan masalah-masalah yang kekinian dan hangat di tengah masyarakat. Faktual berarti
konkret dan nyata, sedangkan kontekstual dalam arti relevan dan menyangkut problema yang sedang dihadapi oleh masyarakat. Agama Islam sebagai suatu ajaran tidaklah berarti, manakala manusia tidak dimanifestasikan dalam perbuatan amalia. Ini dikarenakan agama tersebut, bukanlah agama yang semata-mata menyoroti satu sisi dari kehidupan manusia saja, akan tetapi Islam meliputi dan menyoroti semua persoalan hidup manusia secara total. Pengertian dakwah tidak lain adalah komunikasi, hanya saja yang secara khas dibedakan dari bentuk komunikasi yang lainnya terletak pada cara dan tujuan yang akan dicapai. Di dalam komunikasi mengharapkan adanya partisipasi dari komunikan atas ide atau pesan yang disampaikan oleh pihak komunikator sehingga dengan pesan-pesan yang disampaikan tersebut terjadilah perubahan sikap dan tingkahlaku yang diharapkan. Seorang muballigh sebagai komunikator mengharapkan adanya partisipasi dari pihak komunikator dan kemudian berharap agar komunikannya dapat bersikap dan berbuat sesuai dengan isi pesan yang disampaikannya.
Ciri khas yang membedakan adalah terletak pada pendekatanya yang dilakukan secara persuasive, dan juga tujuannya yaitu mengharapkan terjadinya perubahan/pembentukkan sikap dan tingkah laku sesuai dengan ajaran-ajaran agama Islam. Dakwah merupakan proses komunikasi, tetapi tidak semua proses komunikasi merupakan proses dakwah. Sains dan teknologi dapat membantu kita agar dakwah kita juga ikut cerdas. Dakwah harus berakar dari kepercayaan akan emprisisme yang sangat kuat. Dakwah juga seharusnya tidak diterjemahkan lagi sebagai sesuatu yang mengarah pada makna seperti: hallo-hallo, propagation, missionary, proselytization dan conversation. Hal ini, bukan hanya kurang produktif, tetapi malah bisa jadi kontra produktif dan bumerang, karena dakwah Islamiah kemudian dibenci dan ditakuti. Makna dakwah seperti ini bukanlah studi ilmiah atau empiris, karena selalu mulai dengan: Ud’uu ilaa sabiili rabbika. Man ahsanu qawlan min man da’aa ilaa Allaah. Ballighuu ‘annii walaw aayah. Kecuali melalui proses reinterpretasi, ayat-ayat ini semua mengarah kepada Allah yang abstrak itu. Pada era media baru digital sudah mulai menjamur, maka kita juga perlu memanfaatkan Internet untuk sarana dakwah. Dahulu, pada saat Internet pertama kali diperkenalkan oleh para ilmuan Barat, hampir kebanyakan tokoh Islam merasa curiga dan khawatir akan efek dari temuan teknologi tersebut. Padahal, dakwah penyiaran Islam melalui jaringan Internet sangat efektif dan potensial dalam menyebarkan tata nilai, etika dan moral (akhlak) yang luhur dan mulia.



Ada tiga metode yang dapat ditempuh dalam berdakwah:
1.      Menggunakan Ilmu Komunikasi dalam melihat dakwah Ilmu komunikasi telah berhasil menempa diri menjadi ilmu yang punya koridor tersendiri. Tak dapat dibantah bahwa temuan-temuan telekomunikasi sekarang ini beranjak dari filsafat ilmu komunikasi yang percaya kepada empirisisme.
2.      Dakwah dapat ditilik dengan menggunakan teori-teori ilmu komunikasi seperti konstruksi dan komunikasi interaktif.
3.      Dakwah dilihat sebagai masalah yang bisa dideteksi Pelaku dakwah, institusi atau lembaga dakwah, pelaksanaan dakwah, proses dakwah, dana dakwah, interaksi dakwah, evaluasi dan analisa dakwah (keuangan)
4.      Bukan menyangkut hal transendental, keimanan kepada yang “ghaib” (menurut pengertian umum).

Tantangan dan Peluang Komunikasi dalam Penyiaran Islam di Era Media Baru Digital
Media baru digital terutama komputer dan telepon genggam yang terkoneksi dengan Internet merupakan salah satu contoh hasil kemajuan teknologi komunikasi modern yang dapat dijadikan sebagai media penyiaran agama Islam. Peranan media ini sebagai media penyaiaran agama Islam dewasa ini dipandang sangat penting sejalan dengan semakin banyaknya peminat jenis media tersebut. Negara-negara Muslim mutlak perlu mengembangkan dan mempromosikan sumber tradisional komunikasi, seperti: jurnal ilmiah dan pendirian jaringan-jaringan informasi yang kecil dan dirancang secara spesifik untuk menyatukan dan mengajukan  gagasan antara para ilmuan dan intelektual Muslim. Dewasa ini dunia Muslim sangat kekurangan jurnal-jurnal ilmiah. Oleh karena itu dunia Muslim dituntut untuk menerbitkan sejumlah besar jurnal primer dan skunder yang dikhususkan untuk para ilmuan serta intelektual Muslim untuk melayani dunia Muslim. Jurnal ilmiah barat telah terbukti kreatifitasnya ditunjukkan kepada negara-negara industri, karena negara industri telah terbiasa membaca jurnal tersebut.

Mengapa Menggunakan Media Baru Digital?
Dakwah melalui trendsetter komunikasi media baru digital perlu diperhitungkan dengan berbagai alasan. Di antaranya, pertama, mampu menembus batas ruang dan waktu dalam sekejap dengan biaya dan energi yang relatif terjangkau; Kedua, pengguna jasa Internet setiap tahunnya meningkat drastic. Berdasarkan data dari Social Baker, pengguna Facebook saja di negeri ini mencapai 42.58 juta dengan tingkat penetrasi mencapai 17.57% yang menempatkannya pada posisi keempat pengguna Facebook terbesar di dunia setelah AS, India dan Brazil. Belum lagi pengguna Twitter yang penetrasinya mencapai 28% per awal tahun 2012. Meningkatnya intensitea penggunaan Internet ini berarti berpengaruh pula pada jumlah penyerap misi dakwah; Ketiga, para pakar dan ulama yang berada di balik media dakwah via Internet bisa lebih konsentrasi dalam menyikapi setiap wacana dan peristiwa yang menuntut status hukum syar’i; Keempat, dakwah melalui Internet sudah menjadi salah satu pilihan masyarakat.
Berbagai situs dapat dipilih materi dakwah yang disukai; Kelima, cara penyampaian yang variatif telah membuat dakwah via Internet bisa menjangkau segmen yang luas; Keenam, pembelajaran ilmu akan berlangsung efektif ketika disosialisasikan secara informal; Ketujuh, hal yang dipelajari dari orang/tokoh yang kita kagumi/sayangi akan lebih mudah diserap dibandingkan dengan pembelajaran konvensional di kelas; adanya kecenderungan ketika seseorang merasa santai/relaxed (berada di kafe atau di rumah), Kedelapan, akan lebih mudah baginya untuk menyerap ilmu pengetahuan dibandingkan dalam keadaan tegang atau berada dalam situasi formal. Hal yang dipelajari dari orang/tokoh yang kita kagumi/sayangi akan lebih mudah diserap dibandingkan dengan pembelajaran konvensional di kelas; Kesembilan, adanya kecenderungan ketika seseorang merasa santai/relaxed (berada di kafe atau di rumah); dan kesepuluh, akan lebih mudah baginya untuk menyerap ilmu pengetahuan dibandingkan dalam keadaan tegang atau berada dalam situasi formal. Dari uraian di atas dapat terlihat bahwa peranan dan fungsi media dalam memberikan pemodelan ketauladanan, mediaisasi, dan pengembangan kepribadian tentunya menjadi tanggung jawab yang mungkin dapat diupayakan bersama oleh seluruh elemen bangsa ini. Atas dasar ikhtiar tersebut, kita sebagai umat Muslim dan bagian dari bangsa Indonesia, tentunya dapat optimis untuk terus bergerak menuju kepada perubahan tatanan masyarakat madani yang damai sentosa, aman tentram, makmur dan bersahaja dengan citra dan harga diri bangsa yang luhur serta yang utama ialah dapat selamat di dunia ini dan di akhirat nanti. Dalam kaitannya dengan hal di atas, tentunya pemanfaatan salah satu teknologi media komunikasi era digital harus senantiasa disandarkan secara utuh dan langsung dengan bentuk dan sikap ketakwaan. Sehingga tata nilai, etika dan moral (akhlak) yang luhur dan mulia yang terintegrasikan tentunya telah menjadi muatan utama dalam setiap kegiatan penyiaran yang dapat dilakukan tersebut. Umat Islam harus bangun dan bangkit agar mampu memenuhi tantangan ini sehingga bentuk nilai yang terkandung dari setiap pesan yang dikomunikasikan merupakan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran suci agama Islam yang bersifat subtansialuniversal (tidak hanya simbolik semata); ketuhanan, kebenaran, kebaikan, kearifan, kebajikan, keadilan, kesederhanaan, kejujuran, keutamaan ilmu, kemerdekaan, persatuan umat dengan persamaan makna, ketauladanan dalam bertakwa, persaingan sehat dan persaudaraan, persamaan dan tanggungjawab, serta masih banyak lainnya merupakan nilai-nilai yang memang tidak dapat ditolak oleh pihak manapun bahkan oleh umat beragama lainnya, sehingga dapat menjadi sebuah kesepahaman, kesepakatan dan ke-maslahat-an bersama.


Kesimpulan

Kemajuan sains dan teknologi media digital telah memberikan berbagai kemudahan dan kesejahteraan bagi kehidupan manusia sekaligus merupakan sarana bagi kesempurnaan manusia sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya. Allah telah mengaruniakan anugerah kenikmatan kepada manusia yang bersifat saling melengkapi yaitu anugerah agama dan kenikmatan sains teknologi. Kemajuan teknologi modern yang begitu pesat telah memasyarakatkan produk-produk teknologi digital baru seperti telepon genggam, komputer, berbagai jaringan sosial maya yang kesemuanya terkoneksi menggunakan Internet, menawarkan aneka jenis hiburan bagi tiap orang tua, kaum muda, dan juga anak-anak. Namun tentunya alat-alat itu tidak bertanggung jawab atas apa yang diakibatkannya. Justru di atas pundak manusialah terletak semua tanggung jawab itu. Adakalanya menjadi manfaat yaitu manakala manusia menggunakan dengan baik dan tepat. Tetapi dapat pula mendatangkan dosa dan malapetaka manakala manusia menggunakannya untuk mengumbar hawa nafsu dan kesenangan semata. Seiring dengan upaya meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, kita pun harus jeli menentukan pilihan ini.
Untuk apakah semua kemajuan itu? Apakah sekadar untuk menuruti keinginankeinginan syahwat lalu tenggelam dalam kemewahan dunia hinggamelupakan akhirat dan menjadi pengikut-pengikut setan? Ataukah sebaliknya semua ilmu dan kemajuan itu dicari untuk menegakkan syariat Allah guna memakmurkan bumi dan menegakkan keadilan seperti yang dikehendaki Allah serta untuk meluruskan kehidupan dengan berlandaskan pada kaidah moral Islam? Agama dan ilmu pengetahuan-teknologi merupakan dua sisi yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Ilmu adalah sumber teknologi yang mampu memberikan kemungkinan munculnya berbagai penemuan rekayasa dan ide. Adapun teknologi adalah terapan atau aplikasi dari ilmu yang dapat ditunjukkan dalam hasil nyata yang lebih canggih dan dapat mendorong manusia untuk berkembang lebih maju lagi. Namun, terlepas dari semua itu, perkembangan teknologi tidak boleh melepaskan diri dari nilai-nilai agama Islam karena agama tanpa ilmu akan pincang, sedangkan ilmu tanpa agama akan buta. Ada banyak tantangan yang harus kita jawab dengan pemikiran yang berwawasan jauh ke depan. Namun terlepas dari problema dan kekhawatiran sebagaimana diuraikan di atas, kita sebagai umat Islam harus selalu optimis dan tetap bersyukur kepada Allah SWT. Karena sungguhpun perubahan sosial dan tata nilai kehidupan yang dibawa oleh arus westernisasi dan sekularisasi terus-menerus menimpa dan menyerang masyarakat Islam, tetapi kesadaran umat Islam untuk membendung dampak-dampak negatif dari budaya Barat itu ternyata masih ada meskipun hanya segolongan kecil umat yaitu mereka yang tetap teguh untuk menegakkan nilai-nilai Islam. Kesadaran inilah yang harus terus kita pupuk bersama-sama.





Referensi

Buku
Abbas, Bakri. 2003, Komunikasi Internasional, Yayasan Kampus Tercinta IISIP, Jakarta.

Bakti, Andi Faisal. 2005, ‘Mengkaji Islam sebagai Objek Ilmu Pengetahuan: Tinjauan Interdisipliner Komunikasi’, Jurnalm Inovasi Pendidikan Tinggi Agama Islam, vol.7, no. 2, hal. 27- 32.

Bakti, Andi Faisal. 2012, The Role of Islamic Media in the Globalization Era: Between Religious Principles and Values of Globalization, the Challenges and the Opportunities, Paper Presented at Rabithah Alam Islami, Jakarta.

Ruben, B.rent D. dan Stewart, Lea P. 2006, Communication and Human Behavior, Allyn and Bacon, Boston.

Cherry, Colin. 1978, World Communication: Threat or Promise? A Socio-Technical Approach,

Wiley, Chichester.